1. |
Apakah yang dimaksud dengan sertifikasi impor pangan? |
|
Sertifikasi impor pangan adalah proses penerbitan Surat Keterangan Impor yang dilakukan oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM RI.
|
|
2. |
Pangan apa saja yang diterbitkan SKI-nya oleh Badan POM? |
|
Penerbitan SKI berlaku untuk seluruh jenis pangan olahan, yaitu untuk produk pangan (retail packing), bahan baku pangan dan bahan tambahan pangan.
|
|
3. |
Pangan apa saja yang tidak diterbitkan SKI-nya oleh Badan POM? |
|
Pangan yang termasuk kategori pangan segar, seperti daging segar, buah segar, sayuran segar, beras, dan lainnya serta pangan yang diatur tata niaganya seperti minuman beralkohol; gula; garam.
|
|
4. |
Bagaimana cara mendapatkan SKI ? |
|
SKI diperoleh dengan mengajukan surat permohonan SKI yang ditujukan kepada Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Deputi III, Badan POM RI dan menyerahkan dokumen/berkas yang disyaratkan.
|
|
5. |
Kemanakah surat permohonan dan dokumen/berkas persyaratan tersebut harus diserahkan? |
|
Permohonan SKI beserta berkas/dokumen persyaratan harus diajukan secara elektronik melalui situs e-bpom (http://e-bpom.pom.go.id) kemudian disampaikan secara langsung ke pusat pelayanan sertifikasi pangan, gedung B lantai 3, Badan POM RI, Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat.
|
|
6. |
Apakah setiap permohonan SKI harus diajukan secara elektronik? Apa saja yang perlu dilakukan? |
|
Ya, setiap permohonan SKI harus diajukan terlebih dahulu secara elektronik melalui situs e-bpom. Perusahaan pemohon (baru) terlebih dahulu harus mendaftar sebagai pengguna atau pemilik account dengan cara mendaftar secara elektronik, kemudian megajukan permohonan pendaftaran (registrasi NSW) secara langsung yang ditujukan kepada Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, menyerahkan surat pernyataan beserta dokumen/berkas persyaratan kepada petugas pendaftaran di pusat pelayanan sertifikasi pangan, gedung B lantai 3, Badan POM RI, Jakarta.
|
|
7. |
Apa yang perlu dilakukan untuk mendapatkan SKI untuk produk pangan ? |
|
Produk pangan dalam kemasan eceran (retail packing) yang akan diimpor harus memiliki surat persetujuan pendaftaran (nomor ML) dari Badan POM RI.
|
|
8. |
Pada importasi bahan baku pangan dan bahan tambahan pangan, apakah boleh menggunakan sertifikat lain selain sertifikat kesehatan (health certificate) ? |
|
Selain Health Certificate boleh digunakan Certificate of Free Sale (sertifikat bebas jual) yang dikeluarkan atau diendorsed/ dilegalkan oleh Kamar Dagang negara setempat (chamber of commerce).
|
|
9. |
Berapa lama masa kadaluwarsa yang diperbolehkan untuk mengimpor pangan ? |
|
Berdasarkan Keputusan Dirjen POM No. 0018/BB/E.M/4.4/IV/90 tahun 1990 tentang Sertifikat Kesehatan, Sertifikat Radiasi dan Tanggal Kadaluwarsa, maka pemasukan makanan selambat-lambatnya 2/3 masa simpan (shelf life). Misalnya pangan impor dengan masa simpan 1 tahun, maka masa simpan minimal pada saat SKI diajukan adalah 8 bulan.
|
|
10. |
Pada importasi bahan tambahan pangan, apakah perlu dilakukan pelaporan pendistribusian ? |
|
Laporan pendistribusian BTP perlu disampaikan setelah BTP diimpor dan didistribusikan.
|
|
11. |
Apa yang perlu dijadikan perhatian untuk mendapatkan SKI Pangan? |
|
Pada saat pertama kali akan mengimpor, konsultasikan terlebih dahulu persyaratan untuk mendapatkan SKI Pangan baik untuk produk pangan (kemasan ritel), bahan baku atau bahan tambahan. Pastikan bahwa persyaratan sudah terpenuhi sebelum barang tersebut dikirim.
|
|
12. |
Kapan dan dimana dapat konsultasi untuk SKI pangan dilaksanakan? |
|
Di Badan POM Gedung B Lantai 3 Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Hari Senin - Kamis jam 09.00 - 12.00 Atau melalui telepon di (021) 4241781; email insertpangan@pom.go.id.
|
|
13. |
Apakah seluruh jenis bahan baku pangan atau bahan tambahan pangan dapat diimpor? |
|
Bahan baku atau bahan tambahan pangan yang dapat diimpor adalah bahan yang terdapat di monografi Kodeks Makanan Indonesia; Peraturan Menteri Kesehatan No. 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan; serta Peraturan terkait lainnya.
|
|
14. |
Bagaimana apabila bahan baku atau bahan tambahan yang diimpor tidak terdapat dalam Kodeks Makanan Indonesia atau peraturan terkait lainnya? |
|
Sebelum diimpor, diajukan terlebih dahulu permohonan untuk mendapatkan ijin khusus penggunaan bahan baku atau bahan tambahan pangan ke Direktorat Standarisasi Produk Pangan.
|
|
15. |
Bagaimana prosedur dan persyaratan untuk mengimpor pangan dalam rangka donasi / bantuan? |
|
Ditujukan kepada Kepala Badan POM melalui Tata Usaha Badan POM yang terletak di Gedung I lantai 1. Sedangkan persyaratan yang dilampirkan sama dengan persyaratan untuk importasi pangan secara umum. Selanjutnnya untuk penyaluran bantuan harus melibatkan Balai Besar/Balai POM setempat, dengan melaporkan hasil pendistribusian bantuan ke Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan.
|
|
16. |
Bagaimana kriteria Certificate of Analysis (COA) yang dianggap memenuhi persyaratan SKI? |
|
COA yang memenuhi persyaratan SKI yaitu COA yang diterbitkan oleh Lembaga yang terakreditasi, yang memuat hasil uji cemaran fisik, kimia (logam berat) dan mikrobiologi dengan parameter uji sesuai ketentuan yang berlaku.
|
|
17. |
Bagaimana jika importir tidak dapat menunjukkan COA dan Health Certificate yang asli ? |
|
Jika tidak dapat menyerahkan atau menunjukkan COA dan Health Certificate yang asli maka importir diharuskan membuat surat pernyataan kapan akan menunjukkan dokumen COA dan atau HC yang asli.
|
|
18. |
Apakah seluruh jenis bahan baku, produk pangan atau bahan tambahan pangan dapat diimpor |
|
Bahan baku dan produk pangan yang dapat diimpor adalah yang memiliki nomor HS Code 0209.00.00.00 s/d 2208.90.90.00 dengan jenis mengacu pada list "Kategori Pangan", sedangkan bahan tambahan pangan yang dapat diimpor adalah bahan yang terdapat di monografi Kodeks Makanan Indonesia; Peraturan Menteri Kesehatan No. 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan; serta Peraturan terkait lainnya.
|
|
A. |
UMUM |
1. |
Ketentuan Importasi |
a. |
Apa saja peraturan yang dipergunakan sebagai dasar penerbitan Kosmetika yang berasal dari luar wilayah Indonesia (impor)? |
|
1 |
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2017 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Badan POM. |
2 |
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. |
3 |
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 29 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia. |
4 |
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia. |
5 |
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elekronik Sektor Obat dan Makanan. |
6 |
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27 Tahun 2018 tentang Standard Pelayanan Publik di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. |
7 |
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 12 Tahun 2019 tentang Cemaran dalam Kosmetika. |
8 |
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 14 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 29 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia |
9 |
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 15 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 30 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia |
10 |
Surat Edaran No. HK.06.4.41.413.08.18.1231 Tahun 2018 tentang Pengujian Cemaran Mikroba dan Logam Berat pada Sertifikat Analisis untuk Pengajuan Permohonan Surat Keterangan Impor (SKI) Kosmetika. |
|
b. |
Apakah Kosmetika yang akan diimpor harus ternotifikasi? |
|
Kosmetika yang akan diimpor masuk ke dalam wilayah Indonesia dengan tujuan untuk diperjualbelikan harus ternotifikasi. Akan tetapi, jika Kosmetika yang diimpor ditujukan untuk keperluan khusus, yaitu sampel kosmetika untuk proses registrasi (notifikasi), riset, pameran, dan/atau untuk penggunaan sendiri, kosmetika tersebut diperbolehkan tidak ternotifikasi dan pemasukannya dalam jumlah terbatas. |
|
c. |
Bagaimana pengurusan izin pemasukan Kosmetika impor yang sudah ternotifikasi? |
|
Izin pemasukan Kosmetika impor yang sudah ternotifikasi diajukan melalui permohonan Surat Keterangan Impor (SKI) di Badan POM. |
|
d. |
Bagaimana pengurusan izin pemasukan Kosmetika impor yang ditujukan untuk keperluan khusus? |
|
Izin pemasukan Kosmetik impor untuk keperluan khusus diajukan melalui permohonan izin Special Access Scheme (SAS). |
|
e. |
Apa yang dimaksud dengan Surat Keterangan Impor (SKI)? |
|
Surat Keterangan Impor (SKI), yaitu persetujuan pemasukan bahan/produk jadi Obat dan Makanan yang diberikan oleh Badan POM, berupa : |
1) |
SKI Border yaitu surat persetujuan pemasukan bahan/produk jadi untuk komoditi obat dan obat tradisional ke dalam wilayah Indonesia. |
2) |
SKI Post Border yaitu surat persetujuan pemasukan bahan/produk jadi untuk komoditi obat kuasi, Kosmetika, suplemen kesehatan, dan pangan olahan ke dalam wilayah Indonesia |
|
|
f. |
Apa yang dimaksud dengan Surat Keterangan Impor (SKI)? |
|
Perbedaan antara SKI Border dengan Post Border, yaitu untuk SKI border dapat diartikan SKI menjadi persyaratan untuk keluarnya barang dari wilayah kepabeanan sehingga tanpa adanya SKI, barang tidak akan dapat keluar dari wilayah kepabeanan.
Sedangkan, SKI Post Border dapat diartikan bahwa SKI tidak menjadi syarat keluarnya barang dari wilayah kepabeanan, sehingga importir dapat mengurus SKI sebelum atau setelah barang keluar dari wilayah kepabeanan. |
|
g. |
Apakah pemilik izin edar boleh memberikan kuasa kepada Importir lain untuk melakukan importasi produknya? |
|
Pemilik izin edar diperbolehkan memberikan kuasa kepada Importir lain untuk melakukan importasi produknya. |
|
h. |
Persyaratan apa yang harus dilampirkan jika pengajuan SKI dilakukan oleh kuasa dari pemohon notifikasi ? |
|
Dalam hal pemasukan Kosmetika dilakukan oleh kuasanya, maka harus dilampirkan surat kuasa yang disahkan oleh notaris. Surat kuasa harus mencantumkan alamat dan status gudang tempat penyimpanan produk dengan jelas. |
|
i. |
Kapan SKI Post Border harus diajukan oleh pelaku usaha ? |
|
SKI Post Border harus diajukan setiap kali kedatangan Kosmetika dari luar wilayah Indones ia. Pengajuan SKI Post Border sebaiknya dilakukan sebelum Kosmetika tiba di pelabuhan/bandara, yaitu setelah invoice terbit atau saat Kosmetika sudah dikemas dan siap untuk dikirimkan.
Pelaku usaha yang melakukan pemasukan Kosmeti ka wajib memiliki SKI Post Border paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal terbit Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) |
|
j. |
Apakah Kosmetika yang keluar dari wilayah kepabeanan tanpa adanya SKI dapat langsung diedarkan? |
|
Kosmetika yang keluar dari wilayah kepabeanan tidak dapat diedarkan sebelum memiliki SKI dari BPOM. Importir harus segera mengurus SKI setelah Kosmetika keluar dari wilayah kepabeanan. Kosmetika tersebut harus digudangkan terlebih dahulu dan tidak diperbolehkan untuk diperjualbelikan atau diedarkan sampai SKI keluar. Kosmetika dapat diperjualbelikan atau diedarkan hanya jika sudah memiliki SKI. |
|
k. |
Bagaimana jika SKI terbit setelah importir mengurus PIB atau setelah barang keluar dari wilayah kepabeanan? |
|
Jika SKI diajukan dan diterbitkan setelah importir mengurus PIB, maka importir harus melakukan self assessment pada sistem e-bpom dengan cara : |
1) |
Pada akun importir, pada menu utama pilih Pengajuan Impor |
2) |
Pilih menu Realisasi |
3) |
Pilih Periode PIB |
4) |
Pilih Status Izin “Belum Ada Izin” |
5) |
Pilih data PIB yang berstatus merah (belum ada izin) |
6) |
Pada Kolom SKI, Klik Pilih Izin |
7) |
Cari dan Pilih SKI yang telah direkomendasi sesuai dengan produk yang diajukan pada PIB |
8) |
Klik Simpan |
9) |
Data PIB yang berwarna merah akan menjadi kuning. |
|
|
l. |
Apakah setelah dilakukan self assessment oleh importir, data realisasi impor yang berwarna kuning akan berubah menjadi hijau? |
|
Sampai saat ini, secara sistem status realisasi impor berwarna kuning belum dapat berubah menjadi hijau. |
|
m. |
Bagaimana untuk mengetahui apakah HS Code suatu bahan/produk Kosmetika memerlukan SKI dari BPOM atau tidak? |
|
HS Code bahan baku Kosmetika yang memerlukan izin dari BPOM dapat dilihat pada Lampiran Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 14 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 29 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia, sedangkan untuk produk jadi Kosmetika dapat dilihat pada Lampiran Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 15 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 30 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia.
Pengecekan HS Code juga dapat dilakukan pada website http://intr.insw.go.id/, lalu pilih “Indonesia NTR”, kemudian pilih “HS Code Information”, kemudian pilih parameter “HS Code”, kemudian ketikkan “HS Code”, lalu klik “search” maka akan muncul perizinan yang diperlukan.\ |
|
n. |
Bagaimana jika terjadi perbedaan penetapan HS Code antara Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) dengan dokumen SKI? |
|
Kewenangan penetapan HS Code di bidang kepabeanan di Indonesia adalah DJBC. Untuk itu, jika terdapat perbedaan HS Code, maka importir diarahkan untuk mengikuti yang telah ditetapkan oleh DJBC. Selain itu, untuk menghindari terjadinya perbedaan penetapan HS Code, sebaiknya dari awal importir sudah melakukan konsultasi ke DJBC untuk Penetapan Klasifikasi Sebelum Impor (PKSI) sehingga pada saat penerbitan SKI tidak terjadi kesalahan atau perbedaan HS Code. |
|
o. |
Apakah yang dimaksud dengan jenis komoditi untuk pengajuan SKI Kosmetik dan bahan baku Kosmetik? |
|
1) |
Kosmetik : untuk pengajuan produk jadi, termasuk untuk pengajuan Ruahan/Bulk (bahan yang sudah diolah dan tinggal menunggu pengemasan untuk menjadi produk) |
2) |
Bahan Baku Kosmetik : untuk pengajuan bahan baku dengan HS Code Bahan Kosmetik dan bahan baku tersebut dipergunakan untuk Kosmetik |
|
|
p. |
Bagaimana jika HS Code merupakan bahan Kosmetik namun dipergunakan untuk selain komoditi yang ada di Badan POM (misalnya, sebagai bahan untuk cat)? |
|
Untuk HS Code yang merupakan bahan Kosmetik namun pada kenyataannya bahan tersebut tidak dipergunakan untuk memproduksi Obat dan Makanan (di luar komoditi yang ada di Badan POM), Badan POM sudah tidak lagi mengeluarkan Surat Keterangan Komoditi Non Obat dan Makanan (SKK NOM), sehingga importir tidak perlu melakukan pengurusan izin di Badan POM. Namun, jika diperlukan, importir dapat melakukan penginputan pada e-bpom, untuk kemudian Badan POM akan menolak permohonan tersebut, sehingga Importir akan mendapatkan notifikasi penolakan. Hal ini sesuai Per BPOM No. 29 Tahun 2017, bahwa Badan POM tidak mengeluarkan SKK NOM.
Caranya, Importir memilih kolom peruntukkan “Bukan untuk Obat dan Makanan”. Secara otomatis, sistem akan melakukan penolakan (penolakan ini tidak dikenakan biaya PNBP). |
|
q. |
Berapa maksimal jumlah item dalam 1 (satu) kali pengajuan atau 1 (satu) nomor aju? |
|
Dalam 1 (satu) kali pengajuan atau 1 (satu) nomor aju dapat memuat paling banyak 20 (dua puluh) item produk. Jika dalam 1 (satu) invoice terdapat 100 item produk, maka dapat dilakukan 5 (lima) kali pengajuan SKI atau 5 (lima) nomor aju. |
|
r. |
Berapa biaya pengajuan SKI? |
|
Biaya untuk pengajuan SKI, yaitu : |
1) |
SKI Bahan Baku : Rp 50.000,-/ item produk |
2) |
SKI Produk Jadi : Rp 100.000,-/ item produk |
|
|
s. |
Berapa lama timeline penerbitan SKI bahan baku Kosmetika atau produk jadi (Kosmetika)? |
|
Evaluasi atas dokumen persyaratan SKI dilaksanakan paling lama 6 jam kerja untuk mendapatkan keputusan penolakan atau persetujuan. Penerimaan dokumen (elektronik) di atas jam 12.00 WIB akan diproses pada hari berikutnya. Penerimaan dokumen (elektronik) pada hari libur, akan diproses pada hari kerja berikutnya. |
|
2. |
Ketentuan Izin Special Access Scheme (SAS) |
a. |
Apa yang dimaksud dengan izin SAS? |
|
Izin Special Access Scheme (SAS) adalah izin pemasukan Obat, Obat Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan ke dalam wilayah Indones ia melalui mekanisme jalur khusus untuk tujuan riset/penelitian termasuk uji klinik, pengembangan produk, sampel registrasi, bantuan/hibah/donasi, pameran serta memenuhi kebutuhan khusus dalam kondisi tertentu. |
|
b. |
Apa saja yang termasuk dalam pelayanan izin SAS untuk Kosmetika? |
|
Pelayanan izin SAS Kosmetika ditujukan untuk Kosmetika impor yang belum memiliki notifikasi BPOM namun untuk keperluan : |
1) |
Sampel untuk registrasi; |
2) |
Penelitian, pengembangan produk dan/atau ilmu pengetahuan (riset); dan |
3) |
Pameran Untuk Kosmetika dilarang melakukan riset yang dimaksud untuk mengetahui pasar. |
|
|
c. |
Berapa biaya pengajuan izin SAS? |
|
Biaya untuk pengajuan izin SAS adalah Rp 100.000,-/ item produk |
|
3. |
Ketentuan Eksportasi |
a. |
Apa saja peraturan yang dipergunakan sebagai dasar penerbitan SKE Kosmetika? |
|
Peraturan yang digunakan sebagai acuan dalam proses penerbitan SKE yaitu : |
1) |
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2017 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Badan POM |
2) |
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik |
3) |
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elekronik Sektor Obat dan Makanan |
|
|
b. |
Apa yang dimaksud dengan SKE? |
|
SKE merupakan kepanjangan dari Surat Keterangan Ekspor, yaitu surat keterangan yang diterbitkan oleh Badan POM yang dibutuhkan oleh industri untuk mengekspor produk jadi maupun bahan baku Obat dan Makanan. |
|
c. |
Apa saja jenis-jenis dokumen SKE Kosmetik? |
|
SKE Kosmetik terdiri dari beberapa jenis dokumen, yaitu : |
1) |
Certificate of Free Sale (CFS) merupakan surat keterangan yang diterbitkan oleh Badan POM yang menyatakan bahwa Kosmetika telah terdaftar di Badan POM dan diedarkan di wilayah Indonesia. |
2) |
Certificate of Health (CoH) merupakan surat keterangan yang diterbitkan oleh Badan POM yang menyatakan Kosmetika aman/layak digunakan oleh manusia. |
3) |
Surat Keterangan Sertifikat CPKB merupakan surat keterangan yang diterbitkan oleh Badan POM yang menyatakan bahwa Industri Kosmetik telah menerapkan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik dalam pembuatan kosmetiknya dan memiliki sertifikat CPKB. |
4) |
Certificate of Pharmaceutical Product (CPP) merupakan surat keterangan yang diterbitkan oleh Badan POM yang memuat informasi lengkap suatu Kosmetik dan menyatakan Kosmetik tersebut telah terdaftar dan diproduksi dengan menerapkan Cara Pembuatan yang Baik (CPOB/CPKB). |
|
|
d. |
Apakah pelaku usaha yang akan melakukan ekspor wajib mengurus SKE? |
|
Pelaku usaha yang akan melakukan ekspor tidak wajib mengurus SKE karena pengajuan SKE bersifat sukarela (voluntary). Pelaku usaha yang akan melakukan ekspor harus mengajukan SKE jika terdapat permintaan dokumen ekspor dari Negara tujuan ekspor. |
|
e. |
Apakah Kosmetik yang akan diekspor harus dinotifikasi? |
|
1) |
Kosmetik yang akan diekspor tidak wajib dinotifikasi, jika Kosmetik yang diproduksi hanya ditujukan khusus untuk ekspor. |
2) |
Kosmetik yang akan diekspor wajib dinotifikasi jika Negara tujuan ekspor meminta dokumen ekspor berupa Certificate of Free Sale (CFS), Certificate of Pharmaceutical Product (CPP), dan Certificate of Health (CoH). Hal ini karena secara umum pada dokumen tersebut menggambarkan bahwa Kosmetik tersebut telah terdaftar di Badan POM dan telah beredar di wilayah Indonesia, serta memenuhi syarat keamanan kosmetik. |
|
|
f. |
Berapa biaya pengajuan SKE? |
|
Biaya untuk pengajuan SKE adalah Rp 50.000,-/ item produk. |
|
g. |
Berapa lama timeline penerbitan SKE Kosmetik? |
|
Evaluasi atas dokumen persyaratan Surat Keterangan Ekspor Kosmetik dilaksanakan paling lama: |
1) |
3 (tiga) Hari untuk Certificate of Pharmaceutical Product (CPP) |
2) |
2 (dua) Hari untuk Certificate of Free Sale (CFS), Certificate of Health, atau surat keterangan sertifikat CPKB sejak permohonan diterima lengkap dan benar. |
|
|
4. |
Registrasi Akun E-bpom |
a. |
Apa saja persyaratan registrasi akun pada aplikasi e-bpom? |
|
Dokumen persyaratan yang dibutuhkan Importir untuk mengajukan registrasi akun pada aplikasi e-bpom, yaitu: |
1) |
Surat permohonan yang ditandatangani oleh Direktur atau kuasa Direktur bermaterai cukup (format dapat didownload pada aplikasi e-bpom) |
2) |
Asli Surat Pernyataan Penanggung Jawab bermaterai cukup (format dapat didownload pada aplikasi e-bpom) |
3) |
Asli Nomor Induk Berusaha (NIB) |
4) |
daftar HS Code yang akan diimpor |
|
Dokumen persyaratan tersebut harus diupload pada aplikasi e-bpom. |
|
b. |
Bagaimana cara melakukan registrasi akun perusahaan pada aplikasi e-bpom? |
|
Untuk Importir belum memiliki akun perusahaan pada aplikasi e-bpom, dapat mengajukan permohonan pembuatan akun perusahaan melalui website https://ebpom.pom.go.id dengan cara : |
1) |
Buka Menu Utama |
2) |
Pilih “Registrasi Baru” |
3) |
Masukkan Nomor Induk Berusaha (NIB), kemudian klik “Cek NIB” (data dari OSS akan mengalir ke sistem e-bpom) |
4) |
Isi Form elektronik berupa Data Pendaftar, Data Gudang, Data Penanggung Jawab Layanan Ekspor Impor, dan Data Login (User Name) |
5) |
Upload dokumen persyaratan untuk pengajuan akun perusahaan |
6) |
Klik “Disclaimer” |
7) |
Masukan kode berupa huruf sesuai yang tampil pada layar |
8) |
Klik “Submit” |
9) |
Setelah pelaku usaha mengajukan registrasi akun, akan dilakukan verifikasi oleh Admin. |
10) |
Bila hasil verifikasi sudah sesuai, maka pelaku usaha dapat melakukan pengajuan SKI/SKE. |
|
Dokumen persyaratan tersebut harus diupload pada aplikasi e-bpom. |
|
c. |
Bagaimana jika perusahaan telah memiliki akun e-bpom pada komoditi lain, seperti pangan atau obat, namun belum memiliki akun pada Kosmetik? |
|
Untuk Importir yang telah memiliki akun pada komoditi lain, maka Importir diminta untuk melakukan penambahan komoditi dengan cara : |
1) |
Buka Menu Utama |
2) |
Pilih “User Management” |
3) |
Pilih “Daftar Komoditas” |
4) |
Klik “Tambah Komoditas” |
5) |
Pada kolom Komoditas, pilih “Kosmetik, Bahan Baku Kosmetik, dan HS Code Kosmetik”. |
6) |
Setelah Importir melakukan penambahan komoditas, akan dilakukan verifikasi oleh Admin. |
7) |
Bila hasil verifikasi sudah sesuai, maka Importir dapat melakukan pengajuan SKI/SKE untuk komoditi Kosmetik. |
|
|
B. |
TATA CARA PENGAJUAN |
1. |
Surat Keterangan Impor (SKI) |
a. |
Bagaimana persyaratan pengajuan SKI bahan baku Kosmetik? |
|
Dokumen persyaratan yang dibutuhkan Importir untuk mengajukan SKI bahan baku Kosmetik, yaitu: |
1) |
Surat Pernyataan (format terlampir pada Lampiran) |
2) |
Faktur/invoice |
3) |
Sertifikat analisis |
4) |
Material safety data sheet (MSDS) |
5) |
Surat pernyataan yang diterbitkan oleh produsen bahan parfum bahwa parfum dibuat sesuai dengan pedoman International Fragrance Association (IFRA khusus bahan baku Kosmetik berupa bahan parfum) dan |
6) |
pelaporan pendistribusian bahan parfum yang diimpor sebelumnya (format terlampir pada Lampiran). |
|
Dokumen persyaratan tersebut diupload pada aplikasi e-bpom. |
|
b. |
Adakah kewajiban lain bagi importir yang melakukan pemasukan bahan baku Kosmetik? |
|
Importir bahan baku Kosmetik wajib menyampaikan laporan penditsribusian Bahan Kosmetika yang diimpor setiap 3 (tiga) bulan kepada Direktur Pengawasan Kosmetika |
|
c. |
Bagaimana persyaratan pengajuan SKI Kosmetika? |
|
Dokumen persyaratan yang dibutuhkan Importir untuk mengajukan SKI Kosmetika, yaitu: |
1) |
Surat Pernyataan (format terlampir pada Lampiran) |
2) |
Faktur/invoice |
3) |
Sertifikat analisis. Sertifikat analisis paling sedikit harus memuat nama produk, parameter uji sesuai dengan ketentuan, hasil uji, metode Analisa, nomor batch/nomor lot/kode produksi, tanggal produksi, dan tanggal kedaluwarsa. |
4) |
Persetujuan izin edar/notifikasi Kosmetika |
|
Dokumen persyaratan tersebut harus diupload pada aplikasi e-bpom. |
|
d. |
Apa saja parameter uji yang diharuskan tercantum pada sertifikat analisis Kosmetika? |
|
Parameter uji Kosmetika yang harus tercantum dalam sertifikat analisis, yaitu selain parameter yang ditetapkan oleh perusahaan juga harus dicantumkan parameter uji sesuai dengan ketentuan yaitu mengacu pada Surat Edaran No. HK.06.4.41.413.08.18.1231 Tahun 2018 tentang Pengujian Cemaran Mikroba dan Logam Berat pada Sertifikat Analisis untuk Pengajuan Permohonan Surat Keterangan Impor (SKI) Kosmetika. Pada Surat Edaran tersebut tercantum persyaratan pengujian mikrobiologi dan logam berat sesuai dengan sub kategori sediaan. |
|
e. |
Apakah diperbolehkan sertifikat analisis diterbitkan oleh laboratorium ketiga yang ditunjuk oleh produsen di negara asal produk? |
|
Sertifikat analisis diperbolehkan berasal dari laboratorium ketiga yang ditunjuk oleh produsen di negara asal produk. Dalam hal penerbit sertifikat analisis berbeda dengan produsen, maka nama produsen juga harus dicantumkan pada sertifikat analisis. |
|
f. |
Berapa lama batas masa simpan (batas kedaluwarsa) Kosmetika yang diperbolehkan untuk diimpor? |
|
Kosmetika yang diperbolehkan untuk diimpor harus memiliki masa simpan (batas kedaluwarsa) paling sedikit 1/3 (satu pertiga) masa simpan. Jika produk Kosmetik kurang dari 1/3 (satu pertiga) maka pengajuan SKI ditolak. |
|
g. |
Apa yang dilakukan jika masa berlaku notifikasi kurang dari 3 (tiga) bulan? |
|
Jika masa berlaku notifikasi kurang dari 3 (tiga) bulan, maka permohonan SKI harus dilengkapi dengan bukti penerimaan pendaftaran ulang dari Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetika. |
|
h. |
Apakah ada format khusus untuk faktur/invoice pada persyaratan SKI produk jadi Kosmetika? |
|
Tidak ada format khusus untuk invoice pada persyaratan pengajuan SKI, namun terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu : |
1) |
Invoice harus mencantumkan nomor dan tanggal invoice, nama dan alamat importir, nama dan alamat eksportir. |
2) |
Nama dan ukuran kemasan Kosmetika pada invoice harus sama dengan nama dan ukuran Kosmetika yang tercantum pada notifikasi |
|
|
i. |
Apakah diperbolehkan nama Kosmetika pada invoice berbeda dengan nama Kosmetika pada data notifikasi? |
|
Nama Kosmetik yang tercantum pada faktur/invoice harus sama dengan data notifikasi. Dalam hal nama produk pada faktur/invoice tidak sama dengan yang tercantum pada data notifikasi (terdapat kata yang tidak diizinkan pada saat notifikasi), maka Importir harus melampirkan surat keterangan dari produsen, sebagaimana pada saat pengajuan notifikasi. Sedangkan, untuk perbedaan nama karena adanya keterbatasan pada sistem invoice dari supplier, maka Importir melampirkan surat keterangan yang menjelaskan tentang perbedaan nama Kosmetika tersebut. Jika perbedaan nama produk pada invoice berupa singkatan, surat keterangan harus menjelaskan makna dari singkatan tersebut. |
|
j. |
Adakah persyaratan lainnya untuk pengajuan SKI Kosmetika karena terjadi reimportasi (pemasukan kembali Kosmetika yang telah diekspor)? |
|
Jika terdapat Kosmetika lokal yang telah diekspor, namun dimasukkan kembali ke dalam wilayah Indonesia (terjadi penolakan oleh negara tujuan), maka diperlukan persyaratan lain yang harus dilampirkan pada saat pengajuan SKI, yaitu : |
1) |
surat keterangan ekspor yang diterbitkan oleh Badan POM atau dokumen ekspor dan/atau dokumen lainnya dari instansi terkait yang menunjukkan bahwa Kosmetika tersebut berasal dari wilayah Indonesia |
2) |
surat alasan pemasukan kembali dari Kosmetika tersebut. |
|
|
k. |
Bagaimana cara menginput nama Kosmetika, kemasan dan satuan pada pengajuan SKI? |
|
1) |
Nama Kosmetika/bulk diinput sesuai dengan nama Kosmetika pada notifikasi. Sedangkan nama bahan baku diinput sesuai nama bahan pada invoice. |
|
a) |
Untuk produk jadi dan bahan baku, kolom tambahan yang berisi ukuran kemasan produk dihapus dan diberi tanda strip(-) |
b) |
Untuk produk bulk , kolom tambahan diisi sesuai dengan nama bulk pada invoice. |
|
2) |
Kemasan diisi sesuai dengan jenis kemasan yang ter cantum pada notifikasi. Misalkan, pada notifikasi tercantum ukuran kemasan botol 100 ml, maka kolom kemasan diisi dengan bottle. Sedangkan, kolom Jumlah Kemasan diisi 1 (satu) untuk tiap produk/batch. |
3) |
Kolom Satuan dan Jumlah Satuan diisi sesuai dengan invoice. |
|
l. |
Bagaimana jika produsen Kosmetika tidak dapat melengkapi parameter uji sesuai yang ditentukan/ditetapkan? |
|
Jika produsen tidak dapat melengkapi parameter uji sesuai yang ditentukan/ditetapkan, maka importir dapat melakukan uji Kosmetika di laboratorium terakreditasi di Indonesia melalui official sampling oleh petugas BPOM.
Importir mengajukan format surat pernyataan sampling sebagaimana format terlampir pada Lampiran. Kemudian, surat pernyataan tersebut dibuat sesuai format dan diupload pada pengajuan SKI. Surat rekomendasi SKI diterbitkan dengan catatan oleh evaluator bahwa importir bersedia untuk dilakukan sampling terhadap Kosmetika yang diajukan.
Setelah Kosmetik sampai di gudang importir, maka importir harus menginformasikan kedatangan Kosmetika tersebut melalui eksimkel.kos@gmail.com dengan menyertakan nomor contact person dan alamat gudang lengkap. Petugas BPOM akan memberikan konfirmasi untuk jadwal sampling Kosmetika yang diajukan.
Petugas akan melakukan sampling dalam rangka verifikasi permohonan SKI yang telah diterbitkan, baik dilakukan secara daring maupun datang ke gudang importir untuk melakukan pemeriksaan dan pengambilan sampel. Sampel yang telah diambil bersama dengan petugas Badan POM diantar ke laboratorium terakreditasi oleh Importir dengan didampingi petugas Badan POM. Sedangkan, jika sampling dilakukan secara daring, sampel dapat dikirim ke laboratorium terakreditasi oleh Importir setelah hasil verifikasi oleh petugas Badan POM telah selesai dibuktikan dengan Berita Acara Pemeriksaan secara daring.
|
|
m. |
Apa yang harus dilakukan oleh importir ketika hasil pengujian telah selesai/keluar dari laboratorium? |
|
Setelah sertifikat hasil uji laboratorium dari proses sampling oleh Badan POM keluar/terbit, maka Importir memberikan sertifikat tersebut kepada petugas Badan POM untuk diverifikasi dan dilegalisir oleh pejabat struktural terkait. |
|
n. |
Apakah sertifikat hasil uji laboratorium dapat digunakan untuk pengajuan SKI selanjutnya? |
|
Sertifikat hasil uji yang telah dilegalisir dapat dilampirkan untuk pengajuan SKI selanjutnya. Untuk parameter mikrobiologi, sertifikat analisa dapat digunakan selama 1 (satu) tahun sejak sertifikat dikeluarkan, sedangkan sertifikat hasil uji untuk parameter logam berat dapat digunakan selamanya sepanjang tidak ada perubahan formula dan laporan pelanggaran dari post-market. |
|
o. |
Berapa kali importir dapat melengkapi kekurangan data dalam pengajuan SKI bahan baku dan produk jadi Kosmetika? |
|
Dalam hal hasil evaluasi berupa penolakan karena kekurangan data, importir dapat menyampaikan tambahan data paling banyak 3 (tiga) kali dan dalam batas waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari. Jika tambahan data diajukan setelah melewati jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Nomor Aju diterbitkan maka data sebelumnya akan hilang secara otomatis. |
|
p. |
Apakah biaya yang telah dibayarkan/disetorkan ke rekening Badan POM dapat dikembalikan apabila permohonan SKI ditolak? |
|
Jika permohonan SKI ditolak atau permohonan SKI yang hilang secara otomatis karena tambahan data diajukan setelah melewati jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Nomor Aju diterbitkan, maka biaya yang telah dibayarkan tidak dapat dikembalikan. |
|
2. |
Izin Special Access Scheme (SAS) |
a. |
Apa persyaratan pengajuan izin SAS Kosmetika? |
|
Dokumen persyaratan yang dibutuhkan Importir untuk mengajukan SAS Kosmetika, yaitu: |
1) |
Dokumen administratif meliputi: |
|
a) |
Surat permohonan dari importir/produsen (format terlampir pada Lampiran) |
b) |
Surat pernyataan dari pemohon untuk tidak diperjualbelikan (format terlampir pada Lampiran) |
c) |
Faktur (invoice) |
|
2) |
Dokumen teknis meliputi: |
|
a) |
Sertifikat Analisa |
b) |
Protokol penelitian atau pengembangan produk untuk tujuan riset; |
c) |
Surat dukungan penyelenggara pameran untuk tujuan pameran; |
d) |
Proposal untuk tujuan pameran; dan |
e) |
Justifikasi jumlah kebutuhan. |
|
|
|
b. |
Bagaimana cara melakukan pengajuan izin SAS Kosmetik? |
|
Pengajuan permohonan izin SAS Kosmetik dilakukan secara online melalui aplikasi e-bpom.pom.go.id. |
|
c. |
Apakah ada format untuk membuat proposal penelitian atau pameran? |
|
Dalam persyaratan pengajuan permohonan izin SAS, tidak ada format khusus untuk proposal penelitian atau pameran. Pada prinsipnya, proposal harus memuat latar belakang dan tujuan pemasukan Kosmetik yang belum ada izin edar BPOM, tempat dan waktu dilaksanakannya penelitian atau pameran, metode yang digunakan dalam penelitian, penanggung jawab penelitian atau pameran, penjelasan terkait justifikasi jumlah kebutuhan Kosmetika yang akan digunakan disesuaikan dengan Kosmetika yang diajukan. |
|
d. |
Apakah Kosmetika yang diimpor melalui jalur SAS boleh dibagikan secara gratis kepada konsumen saat pameran? |
|
Pemasukan Kosmetika ke dalam wilayah Indonesia melalui jalur SAS tidak boleh diedarkan dan/atau diperjualbelikan (termasuk dibagikan secara gratis kepada konsumen), maka pemasukannya hanya dalam jumlah terbatas sesuai dengan kebutuhan. |
|
e. |
Berapa batasan jumlah Kosmetika yang diperbolehkan diimpor untuk tujuan khusus? |
|
1) |
Tujuan Ri set/pengembangan produk : sesuai proposal/protokol penelitian |
2) |
Tujuan Registrasi : Paling banyak 2 pcs/item produk Kosmetika untuk masing-masing kemasan atau sesuai dengan keperluan sampel untuk pengujian |
3) |
Tujuan Pameran : Paling banyak 10 pcs/item produk untuk masing masing kemasan |
|
f. |
Selain untuk tujuan riset/registrasi/pameran, apakah diperbolehkan memasukkan kosmetik yang belum ternotifikasi untuk tujuan penggunaan pribadi? |
|
Kosmetik yang belum ternotifikasi diperbolehkan diimpor untuk tujuan penggunaan pribadi melalui barang bawaan penumpang/jasa pengiriman dengan jumlah batasan tertentu. |
|
g. |
Berapa jumlah batasan yang diperbolehkan memasukkan kosmetik untuk tujuan penggunaan pribadi melalui barang bawaan penumpang/jasa pengiriman? |
|
Maksimal 20 pcs per penumpang/penerima |
|
h. |
Bagaimana cara melakukan pengurusan SAS untuk tujuan penggunaan pribadi? |
|
Untuk pemasukan kosmetik dengan tujuan penggunaan pribadi, Pemohon dapat melakukan pengisian formulir kedatangan barang sesuai lampiran pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 15 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 30 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia yang diserahkan kepada petugas Bea dan Cukai tempat kedatangan kosmetik atau melalui pengisian data kedatangan barang menggunakan aplikasi Si Banteng (khusus untuk barang bawaan penumpang, diimplementasikan pada Triwulan II 2021). |
|
3. |
Ketentuan Eksportasi |
a. |
Apa persyaratan pengajuan SKE Kosmetik? |
|
Dokumen persyaratan yang dibutuhkan Eksportir untuk mengajukan SKE Kosmetik, yaitu: |
1) |
Dokumen administratif meliputi: Surat permohonan; |
2) |
Dokumen teknis meliputi: |
|
a) |
Sertifikat CPOB atau sertifikat CPKB; |
b) |
Persetujuan izin edar untuk Certificate of Free Sale dan Certificate of Pharmaceutical Product; |
c) |
Komposisi yang disetujui oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik untuk Certificate of Pharmaceutical Product; |
d) |
Sertifikat analisa/hasil pengujian yang mencantumkan parameter uji mutu dan metode pengujian dari laboratorium yang sudah terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk Certificate of Health; dan |
e) |
Berita acara pemeriksaan/tindak lanjut Corrective Action Preventive Action inspeksi rutin/sertifikasi CPOB/CPKB dari Badan Pengawas Obat dan Makanan atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan minimal 2 (dua) tahun terakhir untuk Certificate of Pharmaceutical Product dan Surat Keterangan Sertifikat CPKB. |
|
|
Dokumen persyaratan tersebut harus diupload pada aplikasi e-bpom |
|
b. |
Berapa maksimal jumlah item dalam 1 (satu) kali pengajuan atau 1 (satu) nomor aju? |
|
Dalam 1 (satu) kali pengajuan atau 1 (satu) nomor aju dapat memuat paling banyak 20 (dua puluh) item produk. |
|
c. |
Apakah diperbolehkan nama Kosmetika yang akan diekspor berbeda dengan nama Kosmetika pada notifikasi? |
|
Nama Kosmetik yang akan diekspor diperbolehkan berbeda dengan nama Kosmetik pada notifikasi (selama nama brand dan varian produk sama). Jika nama Kosmetik yang akan diekspor berbeda dengan data notifikasi, maka pelaku usaha dapat mengajukan permohonan SKE menggunakan format khusus (customize) pada sistem ebpom dengan mencantumkan nama Kosmetik sesuai notifikasi dan nama Kosmetik yang akan diekspor. |
|
d. |
Apakah diperbolehkan jika pelaku usaha belum memiliki sertifikat CPKB, namun ingin mengajukan permohonan SKE? |
|
Pelaku usaha yang belum memiliki sertifikat CPKB tetap diperbolehkan mengajukan permohonan SKE untuk jenis Certificate of Free Sale (CFS). |
|
e. |
Apakah pelaku usaha diperbolehkan mengajukan SKE untuk ekspor Bahan Baku Kosmetik? |
|
Pelaku usaha yang akan melakukan ekspor Bahan Baku Kosmetik dapat mengajukan permohonan SKE untuk jenis Certificate of Health. Pada saat pengajuan Certificate of Health, pelaku usaha harus melampirkan sertifikat analisis hasil pengujian Bahan Baku Kosmetik yang akan dieskpor |
|
f. |
Apa saja parameter uji yang harus dicantumkan pada sertifikat analisis Kosmetika untuk permohonan Certificate of Health? |
|
Parameter uji yang harus dicantumkan pada sertifikat analisis Kosmetika dapat mengacu pada Peraturan Badan POM No. 12 tahun 2019 tentang Cemaran dalam Kosmetika. |
|